PUBLIKASI MINISTRIES “A GRAIN OF WHEAT”
Oleh David W. Dyer
Diterjemahkan oleh L. Yunnita
Tak terelakkan lagi, kita sekarang sampai pada bagian yang sangat sulit dari diskusi kita. Untuk benar-benar memahami pentingnya pertobatan, perlu sekali membongkar beberapa ajaran Kristen masa kini yang menghambat pertobatan tersebut. Ajaran-ajaran ini tampaknya mengindikasikan bahwa pertobatan yang tulus dan menyeluruh tidak diperlukan. Mereka menawarkan semacam pengganti, yang mengajarkan cara yang lebih mudah dan lebih murah untuk diterima oleh Allah.
Proses untuk memahami kebenaran mengenai hal-hal ini mungkin sedikit sulit. Ini terutama karena ada begitu banyak gagasan yang telah berakar tentang topik-topik ini. Namun, mohon, bacalah bagian-bagian berikut dengan seksama. Hal-hal ini sangat penting jika kita ingin ditemukan berkenan oleh-Nya pada saat Dia datang. Kita tidak boleh melakukan kesalahan ketika mencoba memahami kebenaran abadi yang berharga ini.
Sayangnya, tidak sedikit konsep modern yang salah mengenai pekerjaan yang Yesus Kristus lakukan bagi kita di kayu salib. Namun, konsep-konsep tersebut sudah umum di antara jemaat-jemaat orang percaya di seluruh dunia.
Saya yakin bahwa ajaran-ajaran yang keliru ini sebagian besar bertanggung jawab atas kenyataan bahwa banyak orang percaya tampaknya tidak membuat banyak kemajuan rohani. Sangat sedikit orang Kristen yang hidupnya mencerminkan kehidupan Yesus Kristus yang murni.
Ada beberapa doktrin yang umum di antara kita saat ini yang tampaknya baik dan bahkan menarik tetapi tidak sepenuhnya benar. Mereka tidak secara akurat mencerminkan hati Tuhan atau pesan Injil. Semua itu adalah pemutarbalikan yang halus dan, oleh karena itu, merupakan sebuah penyimpangan dari kebenaran. Mereka adalah cara-cara berpikir yakni konsep-konsep semu alkitabiah yang secara perlahan telah masuk ke dalam tubuh Kristus dan merampas semangat hidup dan kekuatan rohaninya.
Tujuan mengungkapkan kesalahan-kesalahan ini bukan hanya untuk mendiskreditkannya atau mencoba menunjukkan bahwa penulis ini "lebih benar". Pemeriksaan ini sangat penting karena semua ajaran-ajaran ini memiliki efek yang serupa.
Doktrin-doktrin tersebut semuanya berfungsi untuk mengurangi rasa bersalah akan dosa. Mereka bekerja untuk membebaskan orang-orang percaya dengan cara memperdaya dari setiap rasa bersalahnya ketika mereka belum benar-benar memperbaiki hubungan mereka dengan Allah. Mereka menyediakan banyak alasan yang masuk akal bagi orang Kristen untuk membenarkan kenyataan bahwa kehidupan mereka tidak mencerminkan sifat yang sangat kudus dari Pencipta mereka. Mereka bergabung membentuk suatu jaringan teologi yang menghilangkan, hampir sepenuhnya, setiap kebutuhan akan pertobatan dengan pemeriksaan hati yang mendalam.
Oleh karena itu, kesalahan-kesalahan ini bertanggung jawab atas banyaknya kelemahan dalam gereja saat ini. Mereka membelokkan hati orang dari pertobatan yang sejati. Mereka membenarkan dosa yang berkelanjutan, yaitu dengan menyembuhkan secara dangkal dosa umat Allah (Yer. 8:11), dan menyediakan semacam Perban rohani untuk kondisi mereka yang tidak kudus. Akibatnya, hal ini justru menghambat proses pembersihan dari dosa yang sangat kita butuhkan untuk menjadi benar-benar kudus dan intim dengan Allah. Doktrin-doktrin yang keliru ini seperti kode komputer berbahaya yang telah menyusup ke dalam gereja dan merampas kekuatan yang dimiliknya untuk mengatasi tantangan.
GEREJA MASA KINI TIDAK DALAM KEADAAN SEHAT
Jika kita jujur, kita harus mengakui bahwa kesehatan rohani gereja pada masa kini sedang tidak baik. Kondisinya tidak sehat.
Salah satu buktinya adalah dosa yang merajalela di tengah-tengah jemaat saat ini.
Perzinaan, seks di luar pernikahan, kebohongan, tipu daya, aborsi, kecurangan, perebutan kekuasaan, gosip, fitnah, kebencian, iri hati, memburu uang, dan mencari kepentingan diri sendiri yang sangat banyak dalam berbagai bentuk. Pakaian, kebiasaan, nilai-nilai, dan dosadosa dunia sedang menyerbu gereja.
Dalam perjuangan untuk kebenaran, dunia sedang menang. Pengaruh dunia terhadap gereja jauh lebih besar daripada pengaruh gereja terhadap dunia. Alih-alih dunia menjadi semakin benar, gereja malah menjadi semakin duniawi dan berdosa.
Meskipun ada beberapa pengecualian yang berharga, tren pada umumnya sangat jelas. Siapa pun yang tidak dapat mengakui ini hanyalah secara sengaja menutup mata.
Ada sesuatu yang jelas tidak beres. Namun, apa itu? Masalahnya adalah Iblis telah berhasil menyelipkan ke dalam gereja beberapa ide yang keliru. Dia telah berhasil memelintir beberapa kebenaran Kristen yang fundamental menjadi setengah kebohongan yang merampas orang percaya dari hubungan mereka dengan Kristus.
Alih-alih pertobatan yang mendalam, kita memiliki pesan yang lemah, lunak, dan pengecut yang menjadikan Allah sebagai orang yang mencari manusia untuk menerima Dia. Tidak ada kekudusan yang dituntut. Tidak ada takut akan Allah yang dicari atau diajarkan. Kita telah menerima berbagai "kepercayaan yang mudah" yang hampir menghilangkan pertanyaan akan dosa dari pemikiran kita.
Bagaimana ini bisa terjadi? Di mana letak kesalahan gereja? Karena kesalahan-kesalahan yang sedang kita bicarakan ini sudah berakar kuat dan telah tertanam dalam gereja selama periode waktu yang lama, diskusi kita akan memakan waktu dan pemikiran. Tidak ada jawaban cepat dan sederhana untuk dilema saat ini.
Namun, saya percaya saat kita bersamasama melihat ke dalam Kitab Suci, terang-Nya akan bersinar pada kita untuk menunjukkan jalan hidup yang baru. Kita akan mencoba mengambil setiap ide yang salah secara bergantian dan menunjukkan bagaimana kitab suci telah diputarbalikkan secara licik untuk menghilangkan kuasa Allah dan mencegahnya memengaruhi hidup kita. Dengan anugerah Allah, kita dapat sampai pada pemahaman baru akan kehendak-Nya yang akan mendorong kita ke dalam pelukan-Nya.
USAHA SENDIRI
Salah satu kesalahpahaman yang menghambat banyak orang untuk mencari kekudusan sejati, adalah ide bahwa tujuan ini harus dicapai dengan usaha kita sendiri. Di awal kehidupan Kristen mereka, banyak orang yang baru bertobat memiliki semangat besar dan tekad untuk berhenti berdosa. Namun, seiring berjalannya waktu atau ketika daging mereka bangkit, mereka menyadari bahwa tujuan ini adalah tidak mungkin tercapai.
Saat melihat di sekitar mereka, dapat mengetahui banyak orang lain yang juga gagal mengalahkan dosa. Kemudian, banyak ajaran muncul yang tampaknya menjelaskan dan membenarkan fenomena ini. Ini adalah ajaran-ajaran yang akan kita selidiki.
Masalah utama di sini adalah bahwa orangorang percaya ini gagal memahami Injil. Rencana Allah bukan untuk daging kita menjadi kudus. Rencana-Nya untuk sifat lama kita dan dosa adalah kematian. Itu harus dibunuh agar tidak berdosa lagi. Rencananya adalah untuk menghapuskannya sepenuhnya melalui pengalaman penyaliban kita bersama Kristus.
Jadi, kita melihat bahwa kita mengekspresikan sifat kudus dan kebenaran-Nya dengan hidup-Nya sendiri yang hidup di dalam kita dan melalui kita. Dengan pemahaman ini, sekarang kita dapat memeriksa beberapa kebenaran lain.
MENGHAPUS DOSA
Rencana Allah terhadap dosa adalah menghapusnya dari kehidupan kita. Taktik setan mencoba menghapusnya dari kosakata dan pikiran kita. Ide Allah adalah mengubah kita menjadi serupa dengan-Nya sehingga kita tidak lagi berdosa. Dia bermaksud benar-benar menjadikan kita kudus.
Siasat musuh adalah membuat kita membayangkan bahwa Yesus tidak lagi menghiraukan tentang apa yang kita lakukan, pikirkan, katakan, atau bahkan siapa kita. Setan ingin kita percaya bahwa tidak peduli apa situasi sebenarnya, Allah menganggap kita kudus.
Gereja saat ini tampaknya memberikan pesan bahwa Allah tidak terlalu prihatin tentang dosa-dosa kita. Mungkin ini bukan sesuatu yang secara langsung diungkapkan, tetapi ada pemikiran samar yang disampaikan bahwa mungkin generasi orang Kristen sebelumnya terlalu keras.
Mungkin hal-hal di masa lalu terlalu legalistis. Mungkin Allah Perjanjian Lama yang tampak dalam api, asap, gempa bumi, dan sangkakala yang tidak tertahankan di Gunung Sinai telah berubah. Mungkin Dia telah memikirkan kembali posisinya dan telah memutuskan bahwa Dia akan lebih diterima dan populer jika Dia menjadi lebih lunak. Mungkin, Dia telah "melangkah lebih jauh" dari sikap-Nya yang sebelumnya tidak toleran.
Yang berkontribusi pada kesan ini adalah pemahaman yang keliru tentang pengampunan. Pengajaran umum gereja tentang tema ini telah meregangkan pengampunan Allah jauh melebihi apa yang Dia maksudkan. Hari ini, tampaknya jika kita hanya menerima Yesus, Dia akan segera mengampuni semua dosa kita — masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang. Selanjutnya, setelah kita melakukan "penerimaan" ini, Dia tidak lagi memperhatikan apakah kita berdosa atau tidak, tetapi tiba-tiba menjadi buta terhadap apa yang sedang terjadi. Menurut doktrin yang sangat populer saat ini, begitu kita menjadi anak Allah, maka dosa tidak lagi memiliki konsekuensi bagi kita atau bagi-Nya.
Meskipun benar bahwa Yesus dapat mengampuni setiap dan semua dosa, tetapi tidak benar juga bahwa Dia akan melakukannya tanpa memperhatikan motif kita. Darah Yesus memiliki nilai tertinggi bagi kita dan bagi Allah. Darah ini adalah hasil dari kematian Anak tunggal Allah, yang paling berharga, dekat, dan istimewa bagiNya. Yesus tidak menyumbangkan darah seperti yang mungkin dilakukan seseorang di Palang Merah. Dia disiksa, menderita, dan mati untuk mencurahkan darah-Nya. Itu datang dengan harga yang sangat mahal. Oleh karena itu, darah ini sangat berharga di mata Allah.
Ini berarti bahwa ketika kita memohon pengampunan kepada Allah berdasarkan darah ini, kita harus melakukannya dengan tulus. Tidak boleh main-main. Kita tidak boleh bertobat sebagian atau tidak sepenuhnya bersedia meninggalkan dosa kita.
Allah tahu motif hati kita. Dia mengetahui pikiran tersembunyi kita dari jauh (Mzm. 139:2). Ini berarti, bahwa tanpa ketulusan hati dalam permohonan pengampunan kita, kita tidak dapat diampuni. Kita membaca: "[...] marilah kita datang [kepada Allah] [...] dengan hati yang tulus ikhlas [...]" (Ibr. 10:22). Apa pun yang kurang dari ini tidak akan berhasil.
Allah tidak akan mengampuni seorang munafik. Siapa pun yang berpikir mereka dapat menipu-Nya atau hanya menggunakan pengampunan-Nya sebagai cara untuk menghindari konsekuensi dari tindakan mereka akan mendapatkan kejutan yang tidak menyenangkan. "Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan." (Gal 6:7).
Tidak ada pengampunan tanpa ketulusan seratus persen. Kita membaca: "[...] ketika kamu
mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; ketika kamu mencari Aku dengan segenap hati [...]" (Yer 29:13). Kita juga membaca tentang Raja Daud yang menasihati anaknya, katanya: "Adapun engkau, anakku Salomo, kenallah Allah ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan segenap hati dan kerelaan, sebab TUHAN menyelidiki setiap hati dan mengerti setiap niat dan rancangan." (1Taw. 28:9).
KETIDAKADAAN PERTOBATAN
Adalah benar juga bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa yang belum kita pertobatkan. Jika dalam hidup kita, baik di masa lalu maupun pengalaman di masa sekarang, ada dosadosa yang belum kita pertobatkan, dosa-dosa itu belum diampuni. Tidaklah benar bahwa sekali kita "menerima Yesus" catatan surgawi akan terhapus dan kita bisa memulai lagi seolah-olah tidak pernah ada yang salah. Sebaliknya, kita harus bertobat dari dosa-dosa yang kita sadari.
Selanjutnya, kita perlu bertobat dari halhal tersembunyi atau terlupakan yang Dia bawa ke dalam terang sementara kita berjalan bersama-Nya. Baru setelah itu, dosa-dosa tersebut diampuni dan dilupakan oleh Tuhan. "[...] dan Allah mencari yang sudah lalu." (Pkh. 3:15).
Saya tidak mendorong banyak introspeksi di sini. Saya tidak bermaksud bahwa kita harus menghabiskan banyak waktu untuk menggali masa lalu kita untuk menemukan setiap kesalahan kecil. Saya hanya mengatakan yang sudah jelas. Tidak ada yang di masa lalu ataupun sekarang yang tersembunyi dari-Nya. Kita harus peka terhadap Roh-Nya sehingga Dia dapat menyadarkan kita akan dosa dan dosa-dosa kita sehingga kita dapat bertobat dan dibersihkan.
Lebih lanjut, penting bagi kita untuk terus terbuka terhadap pekerjaan Roh Kudus untuk membawa hal-hal ini ke ingatan kita sehingga kita dapat menikmati pertobatan dan transformasi lebih lanjut. Tidak ada dosa yang diketahui dan tidak dipertobatkan yang diampuni di hadapan Tuhan!
Orang percaya yang berdosa dan tidak kudus TIDAK diampuni dan tidak akan diampuni kecuali dan sampai mereka bertobat. Sungguh kebodohan bagi kita untuk berpikir bahwa mereka diampuni. Ini adalah kesalahan yang serius.
Tidak mungkin Bapa akan menerima darah Anak-Nya yang sangat berharga sebagai persembahan untuk mengampuni orang percaya yang tidak tulus dan berdosa: "[...] sebab TUHAN menyelidiki setiap hati dan mengerti setiap niat dan rancangan." (1Taw. 28:9).
JUSTIFIKASI
Doktrin lain yang telah ditarik jauh melampaui kebenaran adalah doktrin tentang pembenaran oleh iman. Hari ini, banyak yang tampaknya berpikir hal ini berarti bahwa jika mereka percaya beberapa fakta tentang Yesus, seperti hal-hal yang berkaitan dengan keilahian-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya, dll., maka mulai dari saat itu, mereka sepenuhnya dibenarkan di hadapan Allah. Mereka berpikir bahwa mulai dari saat itu,
Allah "tidak bisa melihat dosa mereka, melainkan hanya darah Yesus". Sama sekali tidak benar.
Allah selalu tahu ketika kita berdosa. Sangat benar sekali, setiap kali kita berdosa, Dia tahu semuanya. Bapa kita selalu menghitung jumlah rambut di kepala kita (Mat. 10:30). Bagaimana mungkin Dia tidak akan memperhatikan ketika kita berdosa? Oleh karena itu, apa arti sebenarnya dari dibenarkan?
Dibenarkan berarti bahwa Allah menganggap kita sebagai orang yang benar. Dia memiliki hubungan dengan kita dan berinteraksi dengan kita seolah-olah kita memang benar. Dia memiliki persekutuan dengan kita berdasarkan darah Anak-Nya. Dia melakukan hal ini dan sesungguhnya Dia memiliki dasar "hukum" untuk bertindak dengan cara ini karena sesuatu yang disebut "iman". Kita dibenarkan di hadapan Allah oleh iman kita kepada Yesus Kristus.
Lalu, apa sebenarnya iman? Ini adalah subyek yang sangat penting untuk kita pahami karena dengan iman kita dibenarkan. Jika kita memilikinya, maka Allah akan menganggap kita sebagai orang yang benar. Tanpanya, Dia tidak akan melakukannya. Jadi sangat penting bagi kita untuk memiliki iman ini dan mengetahui apa iman itu agar kita dapat terus menikmati hubungan yang diberkati ini dengan Allah.
APA ITU IMAN?
Secara sederhana, iman adalah tanggapan kita ketika Allah menyatakan diri-Nya. Dia menunjukkan kepada kita sesuatu tentang Siapa
Dia, dan kita merespons dengan mengakui bahwa ini memang Dia. Kita membaca bahwa Yesus: "[...] menyatakan kemuliaan-Nya, dan muridmurid-Nya percaya kepada-Nya." (Yoh. 2:11).
Perhatikan urutan hal-hal ini. Pertama, Yesus menyatakan diri-Nya. Kemudian, muridmurid-Nya percaya. Kecuali sampai Allah menyatakan sesuatu tentang diri-Nya kepada kita, mustahil kita dapat percaya. Kita tidak dapat menerangkan dengan kata-kata manusiawi bagaimana Allah menyatakan diri-Nya kepada setiap orang, tetapi Allah memiliki berbagai cara dan sarana yang tak terbatas.
Saya sangat percaya bahwa setiap manusia telah melihat atau akan melihat Pribadi Kristus dinyatakan semasa hidupnya dengan satu atau cara yang lain. Iman adalah ketika individu tersebut memberikan tanggapan positif. Ketidaktaatan adalah ketika seseorang menolak apa yang ia rasakan. Ketika Allah menyatakan diri-Nya, tanggapan hati manusia bisa mencintai dan menyetujui apa yang dirasakan atau membenci dan menolaknya.
Iman bukanlah sebuah latihan mental. Ini bukan hanya mengaku dengan sungguh-sungguh beberapa fakta tentang Yesus. Kita bertobat karena kita telah melihat sekilas dan percaya pada Pribadi Kristus, bukan hanya mempercayai beberapa kebenaran doktrinal tentang-Nya. Kita diselamatkan oleh iman kita kepada-Nya dan bukan oleh teologi tentang-Nya.
Iman yang sejati adalah tanggapan kita terhadap Allah yang menyatakan diri-Nya.
Ketika Dia melakukannya dan kita meyakini bahwa itu memang Dia, maka, hanya pada saat itu kita dibenarkan. Ketika Dia berbicara, kita mendengarkan. Ketika Dia menyatakan sifat-Nya, kita mencintai-Nya. Ketika Dia menunjukkan kepada kita jalan-jalan-Nya, kita menyetujuinya. Ketika Dia menyadarkan kita akan dosa, kita setuju dengan apa yang Dia singkapkan. Ini adalah tanggapan iman kita terhadap penyataan-Nya. Kemudian, dari pihak-Nya, Allah berinteraksi dengan kita berdasarkan darah Yesus yang menganggap kita benar.
Tetapi mari kita anggap bahwa kita berdosa. Kita melakukan atau mengatakan sesuatu yang menyakiti Tuhan kita. Di dalam roh kita, Allah menyatakan ketidakpuasan-Nya. Kita merasakan Dia berbicara dalam hati nurani kita. Dia menunjukkan kepada kita bagaimana kesalahan kita telah menyakiti-Nya, tetapi mungkin kita tidak merespons dengan iman. Mungkin kita menolak suara-Nya dalam hati nurani kita. Bisa jadi kita menolak apa yang Dia tunjukkan tentang keadilan-Nya dan kegagalan kita dalam hubungannya dengan itu. Dalam pikiran kita, kita membenarkan diri kita sendiri. Alih-alih beriman, yaitu merespons dengan pertobatan dan kemudian dibenarkan oleh-Nya, sebaliknya kita menolak penyataan-Nya.
Maka kita tidak lagi hidup oleh iman. Kita tidak merespons secara positif terhadap pewahyuan-Nya tentang diri-Nya. Dia berbicara tetapi kita tidak mendengarkan. Dia menyatakan sesuatu, tetapi kita menentang pewahyuan ini.
Kita tidak percaya dan mengafirmasi apa yang Dia tunjukkan kepada kita. Dia menyadarkan kita akan dosa, tetapi kita menolak untuk bertobat.
Dapatkah kemudian Dia masih menganggap kita benar? Apakah kita masih berjalan dalam iman? Apakah iman kita yang lalu cukup untuk memperdaya-Nya sehingga Dia tidak menyadari bahwa kita sedang memberontak terhadap-Nya saat ini? Apakah kita dibenarkan di hadapannya dalam pemberontakan kita saat ini? Tentu tidak!
IMAN YANG HIDUP YANG MEMBENARKAN
Agar iman kita menjadi iman yang sejati, iman kita haruslah selalu diperbarui. Iman harus aktif hari ini, saat ini. Yakobus menegaskan hal ini dengan sangat jelas ketika ia mengatakan: "[...] iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong" (Yak. 2:20). Maksudnya adalah bahwa jika iman kita hidup dan sungguh-sungguh, maka iman itu akan terwujud dalam tindakan kita. "Perbuatan-perbuatan" kita — hal-hal yang kita lakukan dan katakan — akan mencerminkan iman kita yang hidup. Mereka akan membuktikan bahwa kita dalam hubungan yang hidup dengan Pencipta kita.
Iman kita saat ini menjadi hidup ketika iman tersebut membawa kita ke dalam hubungan yang intim dengan Allah dan Allah ke dalam persekutuan dengan kita. Inilah cara kita "hidup berdasarkan iman" (2Kor. 5:7). Kita hidup dalam persekutuan saat demi saat dengan-Nya, merespons terus menerus dengan iman terhadap apa yang Dia nyatakan tentang diri-Nya kepada kita setiap saat. Hasil dari persekutuan yang dihasilkan oleh iman ini adalah tindakan atau "perbuatan" kita yang menunjukkan bahwa iman kita hidup.
Di sisi lain, iman yang kosong tidak akan membenarkan kita! Iman yang tidak diperbarui, iman yang saat ini tidak merespons apa yang Tuhan wahyukan, tidak dapat menyenangkan Tuhan. Iman itu kosong dan tidak berguna.
Bahkan setan pun memiliki iman semacam ini, mungkin lebih daripada kebanyakan orang Kristen. Mereka percaya banyak fakta tentang Yang Mahatinggi. Mereka bahkan memiliki akal sehat untuk gemetar saat mereka memikirkannya. Namun, mereka tidak memiliki persekutuan dengan Tuhan. Mereka tidak dalam hubungan iman dengan-Nya. Mereka tidak merespons pimpinan-Nya momen demi momen. Mereka tidak dibenarkan. Demikian pula, iman yang kosong tidak dapat membenarkan seorang Kristen di hadapan Allah.
Iman yang kosong adalah sesuatu yang hanya berasal dari masa lalu. Itu adalah sesuatu yang dulu pernah kita percayai saat kita merespons Tuhan. Iman yang kosong adalah hal yang tidak bergerak, yang secara mental dulu pernah kita yakini. Namun, fakta-fakta masa lalu tersebut bukan merupakan iman yang membenarkan kita saat ini di hadapan Tuhan.
Misalnya, anggaplah suatu hari Anda percaya kepada Yesus. Dia menyatakan Diri-Nya kepada Anda dan Anda merespons positif terhadap pewahyuan ini. Anda percaya kepada-Nya dan menjadi lahir baru. Pada saat itu, iman Anda hidup. Anda dibenarkan oleh-Nya.
Tetapi bagaimana dengan hari ini? Apakah iman Anda masih aktif dan hidup. Apakah Anda masih merespons segala yang Dia wahyukan kepada Anda tentang Diri-Nya dan kehendak-Nya? Apakah Anda menikmati persekutuan yang hidup dengan-Nya? Apakah Anda taat kepada-Nya? Apakah iman Anda pada menit ini adalah jenis iman yang membenarkan Anda? Ataukah Anda merasa agak jauh dari-Nya?
Untuk dibenarkan oleh iman hari ini, Anda harus memiliki iman yang aktif hari ini. Mari kita ambil sebuah contoh seseorang yang menerima Tuhan beberapa tahun yang lalu. Namun, di antara waktu itu dan sekarang, mereka mulai hidup dalam dosa. Misalkan mereka mulai berhubungan seks di luar pernikahan, mulai berbohong tentang sesuatu, mulai berbuat curang atau mencuri uang di tempat kerja, mulai menggunakan obat-obatan terlarang atau beberapa hal lainnya. Apakah mungkin Tuhan menganggap orang ini adil dan benar? Apakah Dia menjadi buta dan menjadi bodoh?
Agar orang ini kembali dibenarkan, mereka harus bertobat. Mereka harus mengaktifkan kembali iman mereka dan menjadi taat. Mereka harus merespons apa yang Tuhan katakan kepada mereka dalam roh mereka pada saat ini dan bertobat. Jika dan ketika mereka melakukannya, maka Tuhan akan kembali menganggap mereka dibenarkan. Dia akan kembali memiliki persekutuan dengan mereka berdasarkan darah Yesus.
Namun, jika dan ketika seseorang terus hidup dalam dosa, jika mereka menentang pekerjaan Roh Kudus dalam hidup mereka, jika mereka menolak ketika Dia mengingatkan mereka, maka mereka tidak memiliki iman yang hidup. Oleh karena itu, mereka tidak sedang dibenarkan.
Orang-orang seperti itu perlu bertobat. Mereka perlu mencari pengampunan dari Tuhan dengan menolak dosa mereka dan benar-benar mengalami kematian jiwa mereka yang berdosa yang disalibkan bersama Yesus. Hanya setelah itu mereka dapat kembali memenuhi syarat untuk dianggap dibenarkan di mata Tuhan. Ini adalah pembenaran yang sejati oleh iman.
Kita diberitahu dengan jelas: "Orang benar akan hidup oleh iman." (Gal. 3:11). Hanya saat kita "hidup oleh iman" dengan cara yang telah kita bahas, Allah menganggap kita benar.
DEPATKAH KITA MELANGKAH TERLALU JAUH?
Hal ini kemudian menimbulkan sebuah pertanyaan penting. Dapatkah seseorang melangkah terlalu jauh? Apakah seorang anak Tuhan dapat berdosa dan terus berdosa sehingga dia tidak bisa lagi bertobat? Jawabannya adalah "Ya". Tampaknya memang mungkin bagi seseorang untuk mengeras hatinya, melawan hati nuraninya dan menentang Allah sampai pada titik di mana mereka tidak dapat lagi bertobat. Mereka tidak bisa lagi merasa menyesal di hadapan Tuhan dengan tulus.
Kita membaca dalam Ibrani 6:4-6 dan ayat 8: "Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia surgawi dan pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan kuasa-kuasa dunia yang akan datang, namun murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi supaya bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di depan umum. [...] yang berakhir dengan pembakaran."
Perhatikanlah bahwa akhir dari orangorang percaya tersebut adalah untuk dibakar. Mungkin Anda akan mengingat di awal buku ini ketika kita berbicara tentang kehadiran Tuhan yang kuat dan membakar.
Juga, Anda akan mengingat apapun yang berdosa dan tidak diubahkan akan dilenyapkan di sana. Kehadiran Tuhan yang Kudus akan membakar apa pun yang tidak sesuai dengan sifat-Nya. Ayat ini membuktikan kebenaran tentang hal yang telah kita bicarakan.
Oleh karena itu, kita semua harus memiliki rasa takut akan Allah yang besar. Kita harus memperlakukan hubungan kita yang berharga dengan Yesus sebagai hal yang serius dan sangat penting. Kita tidak boleh bermain-main dengan dosa ataupun dengan pengorbanan Tuhan bagi kita.
Marilah kita hidup dengan kesadaran akan akibat serius dari dosa. "Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang." (2Kor. 5:11). (Harap dicatat bahwa konteks ayat ini hanya berbicara tentang orang percaya.)
Esau adalah contoh seseorang yang tidak bisa bertobat. Dia telah mencapai titik kekerasan hati di mana dia tidak bisa membuat dirinya benar-benar bertobat. Hatinya tidak lembut terhadap Tuhan. Dia telah menganggap ringan hal-hal berharga dari Tuhan dan menukarnya dengan kenikmatan duniawi yang sementara. Namun suatu hari dia menyadari apa yang telah dia hilangkan dan menginginkannya kembali.
Namun, sepertinya dia ingin mendapatkannya kembali tanpa benar-benar mengakui dosanya. Mungkin dia menyesal telah kehilangan sesuatu tetapi tidak bersedia dengan rendah hati mengakui kesalahannya dalam melakukan hal itu. Dia bersedia merobek pakaiannya, tetapi tidak merobek hatinya (Yoel 2:13).
Bahkan menangis dan meratap di hadapan Tuhan tidak dapat mengembalikan apa yang telah dia hilangkan. Dia tidak bisa membawa dirinya untuk benar-benar bertobat. "Sebab, kamu tahu bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata." (Ibr. 12:17).
Kisah yang mengerikan ini seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua. Kita tidak boleh bermain-main dengan hal-hal berharga dari Allah. Kita harus datang kepada-Nya dengan penghormatan dan takut akan Allah.
Kita harus memberikan penghormatan tertinggi pada apa yang telah Dia lakukan bagi kita. Pertobatan kita harus tulus. Iman kita harus hidup. Hanya dengan cara demikian kita akan ditemukan menyenangkan di hadapan-Nya ketika Dia datang.
Ayat lain dari Alkitab yang mengonfirmasi kebenaran yang sama. "Sebab, jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi kurban untuk menghapuskan dosa itu. Sebaliknya, yang ada ialah penantian akan penghakiman yang mengerikan dan kobaran api yang dahsyat yang akan menghanguskan para pembangkang. Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. Bayangkan betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas orang yang menginjak-injak Anak Allah dan menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan menghina Roh anugerah! Sebab, kita mengenal Dia yang berkata, 'Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan,' Dan lagi, 'Tuhan akan menghakimi umat-Nya.' Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup." (Ibr. 10:26-31).
Ayat ini jelas berbicara tentang orang Kristen. Hanya mereka yang bisa memenuhi syarat untuk menjadi "kita", yang sudah "memperoleh pengetahuan tentang kebenaran", dan menjadi "umat-Nya". Sekali lagi kita diberitahu tentang "kobaran api yang dahsyat" Yesus terhadap orang yang tidak bertobat dan "menghanguskan" mereka yang tidak taat. Kata "pembangkang" di sini tidak harus berarti "musuh" atau orang yang tidak percaya, tetapi mereka yang menentang atau berlawanan dengan Yesus.
Dosa yang disengaja yang kita baca di sini tidak berarti bahwa kita sesekali melakukan halhal yang kita tahu salah. Kenyataannya adalah semua orang percaya melakukan ini sesekali. Ini berarti bahwa individu tersebut terus menerus melakukan dosa yang diketahuinya.
Mereka terus menerus memberontak, menentang Roh Kudus yang menyadarkannya dalam waktu yang lama. Pemberontakan yang keras kepala seperti itu tampaknya menghasilkan kekerasan hati yang, seiring waktu, membuat orang percaya yang seperti itu mustahil untuk bertobat dengan tulus.
SEBUAH CONTOH MODERN
Baru-baru ini kami mengalami pengalaman dengan seseorang dalam situasi yang serupa. Seorang pria yang kami kenal telah berbuat zina dengan istri orang lain, seorang saudari dari gereja.
Ketika kami pergi berbicara dengan saudara ini, kami mendesaknya untuk bertobat — tidak hanya mengucapkan "saya minta maaf" secara cepat, tetapi untuk mencapai penyesalan dan kebencian diri sendiri.
Kami menyarankan bahwa tindakannya mungkin, seperti situasi serupa lainnya yang telah dilakukan: menghancurkan pernikahan wanita lain itu; memicu perceraian; meninggalkan anak-anak tanpa salah satu orang tua dan mungkin tanpa dukungan finansial dan menyebabkan sejumlah konsekuensi lain yang menghancurkan, menyakitkan, jahat, dan berkepanjangan bagi orang lain. Seperti gelombang di kolam dari batu yang dilempar, dosa, setiap atau semua dosa, memiliki konsekuensi yang mempengaruhi banyak kehidupan lain di sekitar kita.
Seiring berjalannya percakapan kami, terungkaplah bahwa kehidupan pria ini memiliki sejarah panjang perzinaan dan dosa seksual. Ini adalah sesuatu yang telah mendominasinya selama bertahun-tahun. Tampaknya dia tidak pernah bisa mencapai pertobatan yang mendalam dan tulus yang akan memungkinkan Tuhan untuk membersihkannya. Jadi kami menyarankan bahwa ini adalah kebutuhannya – untuk mencapai kebencian diri dan hawa nafsunya serta benar-benar bertobat.
Tanggapannya kepada kami kurang lebih seperti ini: "Saya sudah dipulihkan". "Saya sudah kembali dengan Allah". "Saya tidak membutuhkan apa yang Anda sarankan". "Saya menolak ide ini!" Sayangnya, kami tidak punya pilihan selain meninggalkannya dengan penolakannya akan pertobatan yang merobek hati dan pemeriksaan jiwa.
Sepertinya sangat mungkin bahwa tanpa pertobatan seperti itu, dosa ini akan terus beroperasi dalam hidupnya dan mempengaruhi kehidupan orang lain juga. Berita terbaru yang saya dengar tentang dia adalah bahwa dia sekarang menjadi pendeta di sebuah gereja di kota terdekat.
Yohanes mengajarkan bahwa "Ada dosa yang mendatangkan maut [...]" (1Yoh. 5:16). Ini tidak selalu mengacu hanya pada kematian fisik, tetapi tentu saja juga bisa mengacu pada berakhirnya kehancuran jiwa yang berdosa. Tampaknya ada suatu titik yang dapat ditempuh seorang Kristen yang membuat mereka tidak bisa bertobat lagi. Yohanes menjelaskan bahwa kita tidak per lu berdoa bagi orang seperti itu. Doa semacam itu tidak akan berguna. Nasib mereka sudah ditentukan. Sementara doa bagi orang percaya yang berdosa lainnya akan menghasilkan "hidup" Allah bertumbuh di dalam mereka (seperti yang juga kita lihat dalam ayat ini), doa bagi orang yang tidak mau bertobat seperti itu tidak akan memiliki hasil positif. Sesungguhnya, hampir mustahil bagi kita untuk mengetahui kapan seseorang telah melangkah terlalu jauh. Tidak ada titik yang dapat ditentukan secara manusiawi ketika kita bisa yakin bahwa seseorang tidak bisa lagi bertobat. Hanya Allah yang mengetahui hati kita.
Hanya Dia yang tahu di mana titik itu berada. Jadi, saudara-saudari yang terkasih, mari kita menjauh dari garis itu. Mari kita tidak membiarkan iman kita goyah. Mari kita memelihara hubungan iman yang hidup dengan Pencipta kita dan membiarkan Dia membimbing kita dalam pertobatan yang semakin mendalam.
ANDA TIDAK BISA BENAR-BENAR KUDUS
Kebohongan lain yang sangat umum saat ini, yaitu bahwa orang Kristen tidak bisa benar-benar kudus. Sepertinya banyak atau sebagian besar orang percaya berpikir kita bisa meninggalkan beberapa dosa besar kita, tetapi tidak mungkin bisa mengalami kekudusan yang nyata dan terlihat.
Mereka tampaknya percaya bahwa mereka bisa sedikit memperbaiki diri dalam kehidupan ini, tetapi menjadi benar-benar kudus hanyalah mimpi yang tidak mungkin terwujud. Berbarengan dengan keyakinan ini tampaknya ada pemikiran lain bahwa Allah tidak benar-benar peduli dan tidak terlalu penting apakah bagi-Nya kalau kita benar-benar kudus.
Kebohongan ini kemudian melumpuhkan orang percaya dari pencapaian tujuan tersebut. Mereka tidak pernah berharap untuk benar-benar disucikan dari dosa. Mereka tidak pernah berharap untuk berubah secara dramatis dan jadi mereka hanya menyesuaikan diri dengan kehidupan yang penuh ketidaksempurnaan dan dosa.
Namun Tuhan dalam firman-Nya mengingatkan kita untuk menjadi kudus. Kita membaca: "[...] tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, [...] sebab ada tertulis, 'Hendaklah kamu kudus, sebab Aku kudus.'" (1Ptr. 1:15, 16). Kita juga diajar untuk: "[...] kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." (Ibr. 12:14). 2 Korintus 7:1 mengingatkan kita untuk: "[...] menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah." Ini hanyalah beberapa dari banyak ayat dalam Alkitab yang mendorong kita kepada kebenaran dan kekudusan.
Kekudusan yang Tuhan kita panggilkan kepada kita bukanlah sesuatu yang hanya ada dalam pikiran Allah. Kekudusan ini bukanlah sesuatu yang bersifat teoretis, mental, atau doktrinal semata. Kekudusan ini juga bukan sekadar "kedudukan" belaka.
Ini adalah jenis kekudusan yang nyata, terlihat, dan hidup melalui kita. Ini adalah kesucian yang orang lain dapat perhatikan. Ini adalah kebenaran yang terlihat bagi mereka yang hidup bersama kita dan berhubungan dengan kita.
Kehidupan yang melampaui kemampuan manusia, kebenaran yang sejati seperti ini, bukanlah sesuatu yang bisa kita hasilkan, bukan hasil dari usaha manusia. Bukan diperoleh melalui kuatnya kemauan, tekad, atau dedikasi. Standar kebenaran yang dituntut terlalu tinggi bagi manusia untuk dicapai. Sebaliknya, ini adalah hasil dari Hidup lain. Ini dicapai oleh Seseorang yang sungguh-sungguh benar yang hidup di dalam kita dan menyatakan Diri-Nya melalui kita.
Seperti yang kita lihat, rencana Allah adalah memberi hidup-Nya sendiri kepada kita. Selanjutnya, hidup-Nya akan bertumbuh di dalam kita. Saat bertumbuh, kehidupan itu akan mengekspresikan dirinya lebih jelas. Sifat-Nya sendiri, yang sangat kudus, akan mulai terlihat dalam diri kita. Dengan demikian, kita akan mulai memperlihatkan kebenaran yang nyata dan sejati. Kita akan benar-benar berpikir, berkata, dan melakukan hal-hal yang kudus.
Namun, kebenaran ini bukanlah sesuatu yang "kita" lakukan. Sumbernya bukan dari diri kita sendiri (Flp. 3:9). Kebenaran ini adalah sesuatu yang berasal dari Allah, hasil dari Hidup-Nya sendiri yang hidup, bergerak, berpikir, dan merasa di dalam kita. Ini adalah rencana-Nya.
Bersikeras bahwa kita tidak bisa menjadi sempurna sama saja dengan bersikeras bahwa karya keselamatan Yesus juga tidak sempurna. Artinya karya itu belum selesai. Dengan berpikir seperti ini, kita menegaskan bahwa meskipun kita mungkin bisa berubah sedikit, karya Allah di kayu salib tidak memiliki kekuatan dan potensi untuk menyelesaikan pekerjaan itu dalam kehidupan kita. Tentu saja ini tidak benar. Dia jelas mengatakan: "Sudah selesai." (Yoh. 19:30).
Lebih jauh lagi, dengan membayangkan bahwa kita tidak bisa disempurnakan sama saja menyatakan bahwa kehidupan Yesus tidak sempurna. Ini karena sesungguhnya hidup-Nya yang seharusnya diwujudkan melalui kita. Jika tuntutannya bagi kita adalah untuk menciptakan kebenaran pribadi, maka tentu saja, kita tidak akan pernah bisa sempurna. Namun, karena hidup-Nya yang sempurna yang akan hidup dalam kita, maka tentu saja kita dapat mencerminkan sifat-Nya dalam segala hal. Hidup lama kita telah disalibkan bersama-Nya sepenuhnya dan Hidup baru-Nya telah tersedia seratus persen bagi kita.
Cara untuk memperoleh hidup yang mulia semacam itu adalah pertobatan. Kita semua perlu mengalami pertobatan yang semakin dalam yang membawa pada hidup. Semakin Allah memampukan kita untuk bertobat, semakin kita akan mengalami kematian dan kebangkitan-Nya.
Semakin hidup-Nya bertumbuh di dalam kita dan mulai mendominasi batin kita, semakin kita akan memiliki hak istimewa untuk menikmati dan memperlihatkan kekudusan yang sejati.
Kita tidak boleh melihat perilaku orangorang di sekitar kita dan membenarkan dosa kita dengan kegagalan mereka untuk menjadi kudus. Kita harus hanya melihat wajah Yesus Kristus dengan sungguh-sungguh, membiarkan Dia mengubah kita menjadi seperti Dia.
PERUBAHAN YANG SEKETIKA
Kesalahan umum lain yang ditemukan dalam gereja masa kini adalah pemikiran bahwa kondisi kita saat ini tidak penting karena nantinya kita akan diubahkan secara tiba-tiba. Banyak yang percaya bahwa ketika Yesus kembali, kita semua akan diubahkan secara instan menjadi seperti Dia. Mungkin Dia akan menyentuh kepala kita dengan tongkat ajaib, dan kita akan langsung berubah menjadi kudus dan benar.
Jadi, banyak yang berpikir, mengapa kita perlu menjadi kudus hari ini? Tampaknya "sangat sulit". Apa bedanya jika kita masih agak berdosa; jika kita memanjakan diri dalam kesenangan sensual; jika kita kadang-kadang tersandung; jika kita membiarkan diri kita melakukan hal-hal yang kita tahu salah? Jika nanti kita semua akan berubah secara tiba-tiba, apa bedanya jika kita kudus atau tidak hari ini?
Kesalahan ini tampaknya sebagian besar didasarkan pada ayat berikut. Kita membaca: "Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: Kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab, nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah." (1Kor. 15:51-52). Tentu saja, ini adalah ayat yang benar dan akan terjadi.
Namun, kita harus menyadari konteksnya. Bagian ini berbicara tentang pemuliaan tubuh kita. Ayat ini tidak membahas tentang jiwa kita. Tubuh kita akan segera dan langsung diubah.
Namun, mengenai batin kita, jiwa kita, di mana-mana Alkitab berbicara tentang hal ini sebagai sebuah proses, bukan peristiwa. Ini adalah sebuah operasi yang perlu kita "kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar" dalam kerja sama dengan Allah (Flp. 2:12). Ini adalah sesuatu yang membutuhkan waktu.
Tidak ada di dalam Kitab Suci konsep bahwa transformasi jiwa adalah peristiwa yang terjadi secara instan di masa depan. Sepanjang Perjanjian Baru, kita didorong untuk maju, untuk memperoleh, untuk memikul salib, untuk menyangkal diri kita sendiri, untuk menjadi kudus di sini dan saat ini juga.
Hidup Allah harus bertumbuh dan menjadi dewasa dalam diri kita. Proses ini membutuhkan waktu dan kesediaan kita. Tidak ada hidup yang menjadi dewasa secara instan. Hanya jamur, sebuah fungi yang lembek dan tidak berarti, yang tumbuh dalam semalam. Hanya melalui pertobatan yang semakin mendalam kita bisa dipenuhi dengan kehidupan Allah dan tidak malu bertemu dengan-Nya ketika Dia datang.
Karena kekudusan sejati adalah hasil dari hidup ilahi Allah yang bertumbuh dalam diri kita, bagaimana mungkin kehidupan ini bertumbuh secara instan? Bagaimana kita bisa membayangkan bahwa: setelah menolak transformasi selama bertahun-tahun; setelah tidak mau kehidupan kita sendiri dimatikan; setelah dengan keras kepala menolak untuk tunduk pada firman Yesus; tiba-tiba, pada kedatangan Kristus, Dia akan menguasai kita dan mengubah kita secara instan?
Tentu saja ini hanya kebodohan dan anganangan belaka. Ini adalah kesalahpahaman tentang bagaimana proses transformasi bekerja.
KESALAHAN MEMAHAMI PENGAMPUNAN
Pengampunan adalah hal yang luar biasa. Kita semua membutuhkannya. Kita diberkati karena Allah kita adalah Allah yang penuh belas kasih dan pengampunan. Tanpa pengampunan yang Yesus sediakan bagi kita, kita akan sepenuhnya terhilang. Kuasa pengampunan darah Yesus di luar perkiraan. Nilainya benar-benar tak terbayangkan.
Meskipun hal ini benar, banyak orang percaya salah memahami pengampunan. Mereka mengira bahwa misi Yesus datang ke bumi dan mati karena dosa kita hanya untuk mengampuni kita. Mungkin mereka membayangkan bahwa ciptaan baru yang akan datang akan diisi dengan sekelompok orang berdosa yang masih berbuat dosa dan masih akan membutuhkan pengampunan setiap hari. Mungkin mereka berpikir bahwa mereka akan terus berbuat dosa selamanya dan Allah akan terus mengampuni mereka selama-lamanya.
Namun, kebenarannya adalah setiap orang yang berbuat dosa tidak bisa masuk ke dalam dunia baru yang akan datang. Mereka benar-benar dan sepenuhnya dikecualikan. Jika mereka masuk, mereka mungkin akan berdosa. Sesungguhnya, hal itu tak terhindarkan. Cepat atau lambat mereka akan berbuat dosa. Dan dosa ini akan menghancurkan ciptaan baru Tuhan. Oleh karena itu, mereka tidak akan diizinkan masuk.
Mari kita lihat contoh Adam dan Hawa. Berapa banyak dosa yang diperlukan untuk menghancurkan ciptaan Tuhan sekarang? Hanya satu. Namun, dosa satu ini mungkin tidak terlihat terlalu buruk di mata kita. Hawa tidak membunuh siapa pun. Dia tidak melakukan dosa seksual (seperti yang sering disangka oleh sebagian orang). Dia tidak mencuri. Sebaliknya, dosanya adalah hanya sebuah ketidaktaatan.
Meskipun dosa ini terlihat relatif "kecil", namun cukup untuk menghancurkan bumi yang baru diciptakan Tuhan. Semuanya menjadi buruk. Kematian dimulai. Berbagai macam dosa mulai tumbuh di hati manusia dan akhirnya mengekspresikan dirinya. Pembunuhan pun terjadi tak lama kemudian, serta perang, pemerkosaan, pencurian, kebencian, pertengkaran, dan semua kejahatan yang mengisi dunia kita saat ini, semua berasal dari satu kejadian "kecil" ini.
Bahkan jalannya alam pun berubah. Bumi ditumbuhi rumput liar. Hewan-hewan mulai saling membunuh dan memakan satu sama lain. Serangga hama mulai menyiksa manusia dan binatang. Penyakit-penyakit bermunculan. Kelaparan dan wabah terjadi. Kejahatan dari segala jenis muncul.
Jadi, mudah untuk menyimpulkan bahwa tidak ada orang berdosa yang akan masuk ke dalam ciptaan baru. Mereka sama sekali tidak dapat diizinkan masuk. Jika mereka masuk, mereka akan segera berdosa dan menghancurkannya seperti nenek moyang kita yang merusak ciptaan ini.
Oleh karena itu, sebelum ciptaan baru dimulai, masalah dosa dalam hidup kita harus diselesaikan. Sesuatu perlu terjadi. Kita harus diubahkan sehingga kita tidak lagi berbuat dosa. Kita perlu ditransformasikan menjadi serupa dengan gambar Kristus yang kudus.
Berbahagialah, Allah kita yang penuh kasih memiliki rencana. Dia telah menyediakan segala sesuatu bagi kita sehingga kita dapat diubahkan secara penuh. Rencana-Nya disebut: "pertobatan yang memimpin kepada hidup."
Kita membaca: "Jika kita mengaku dosa kita, Ia setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1Yoh. 1:9). Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah akan melakukan dua hal. Ketika kita bertobat, yaitu "mengaku dosa", Dia pasti akan mengampuni kita. Namun, Dia juga akan "menyucikan" kita.
Kata "menyucikan" ini bukan hanya sinonim dari "mengampuni". Ini berarti bahwa Dia akan bekerja dalam hidup kita untuk membersihkan kita sehingga kita tidak lagi berdosa. Dosa yang telah mencemari kita akan dibersihkan dari hidup kita. Tuhan akan bekerja sama dengan kita untuk menyalibkan kehidupan dan sifat dosa kita dan menggantinya dengan kehidupan kudus dan sifat ilahi-Nya. Inilah rencana-Nya yang luar biasa bagi setiap orang percaya.
Menariknya, kata "mengaku" dalam bahasa Yunani berarti "berbicara bersama", seolah-olah dua orang berbicara hal yang sama pada waktu yang bersamaan. Jadi, sekali lagi kita melihat bahwa ketika kita sepakat (berbicara bersama) dengan Allah mengenai dosa kita dan penghakiman-Nya atas kematian terhadap kita, Dia akan mengampuni dan menyucikan kita.
Sebenarnya, pengampunan bukanlah tujuan akhir Allah. Pengampunan bukanlah akhir dari segalanya atau maksud utama-Nya. Sebaliknya, pengampunan adalah sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan ini adalah transformasi total jiwa kita. Allah mengampuni kita agar Dia dapat menjalin hubungan dengan kita. Pengampunan-Nya, yang didasarkan pada darah Yesus, memungkinkan kekudusan-Nya untuk berinteraksi dengan kita.
Namun, interaksi ini bukan sekadar untuk menoleransi atau mengabaikan dosa kita. Ada tujuan yang lebih tinggi di sini. Tujuannya adalah untuk mengubah kita, untuk menyucikan hidup kita sepenuhnya sehingga kita tidak lagi berdosa.
Ini adalah untuk membuat kita menjadi serupa dengan Dia, untuk mempersiapkan kita bagi kedatangan-Nya. Puji Tuhan, Dia berjanji untuk menyucikan kita dari segala dosa!
Pengampunan, yang tersedia secara berlimpah bagi semua orang, adalah yang membuka jalan bagi kita untuk masuk kepada Allah. Ini mungkin bisa dibandingkan dengan semacam tiket yang membawa kita masuk ke dalam sebuah pertunjukan atau acara olahraga. Pertunjukan sebenarnya adalah transformasi atau penyelamatan jiwa kita. Inilah hasil yang memungkinkan kita alami melalui jalan yang dibuka oleh pengampunan.
Melalui pengampunan Allah, kita memiliki akses kepada keselamatan-Nya. Pengampunan adalah jalan yang melaluinya kita dapat memasuki semua yang Yesus miliki untuk kita. Kiranya kita tidak menyalahgunakan pengampunan ini dengan membayangkan bahwa ini adalah jalan keluar yang mudah dari penghakiman Allah di masa datang, melainkan menggunakannya untuk memperoleh semua yang telah Dia sediakan bagi kita.
Akhir bab 3
Baca bab-bab lain secara online:
We are always looking to offer books in more languages.