PENERBIT PELAYANAN SEBUTIR GANDUM
Oleh David W. Dyer
Diterjemahkan oleh Ester M. Aryani
"Jadi, kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup." (Kisah Para Rasul 11:18).
Ayat sebelumnya menunjukkan sebuah rangkaian kegiatan. Ini menandakan suatu tindakan yang menghasilkan penerimaan suatu manfaat. Tindakan di sini disebut "pertobatan" dan manfaatnya disebut "hidup".
Rangkaian ini dialami oleh semua jemaat gereja mula-mula. Fakta bahwa ini termasuk baik orang Yahudi maupun bukan orang Yahudi ditunjukkan oleh kata "juga". Ini adalah sesuatu yang mendasar dan esensial yang telah mereka lalui dan yang mereka anggap sebagai dasar dari kepercayaan mereka kepada Yesus.
Pengalaman inilah yang memberikan bukti kepada orang-orang percaya Yahudi bahwa mereka, dan kemudian bukan Yahudi, telah benar-benar bertobat. Pertobatan dan penerimaan
Hidup tersebut adalah inti dari pemahaman mereka tentang apa yang menjadi pesan Yesus.
Seperti pada zaman kitab Kisah Para Rasul, demikian juga hari ini sangat penting bahwa setiap orang percaya memahami dan mengalami rangkaian ini.
Agar iman kita menjadi tulus dan manfaat dari iman itu dapat sepenuhnya kita rasakan, kita semua perlu melewati proses ini.
Untuk menerima kepenuhan segala berkat yang menjadi milik kita dalam Kristus, sangat penting bagi kita untuk memahami dengan tepat apa yang disampaikan dalam ayat di atas. Oleh karena itu, kita akan meluangkan waktu sejenak untuk menyelidiki beberapa istilah ini.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN HIDUP INI?
Untuk memulai, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kata "hidup"? Setiap makhluk di bumi sudah memiliki suatu jenis hidup, jika tidak, mereka tidak akan ada di sini. Lalu, jenis hidup seperti apa yang memerlukan pertobatan kita untuk memperolehnya? Jelas, ini adalah sesuatu yang belum dimiliki oleh manusia secara alami. Ini adalah sesuatu yang masih perlu mereka terima.
Mungkin ada yang berpikir bahwa "hidup" ini mengacu pada hidup di surga yang akan datang. Namun, bukan itu maksudnya. Yang lain mungkin membayangkan bahwa ini adalah perpanjangan dari hidup manusia mereka, sehingga tidak akan mati dan terus hidup selamanya. Namun, itu pun bukan yang dimaksud.
Masih ada yang mungkin menganggap bahwa "hidup" tersebut adalah peningkatan dari keberadaan manusia mereka, seperti zat aditif pada bensin yang bisa memberikan mereka lebih banyak tenaga dan efisiensi yang lebih baik. Namun, ini juga bukan yang dimaksud dengan "hidup".
"Hidup" yang dibicarakan dalam ayat ini adalah hidup Allah sendiri! Sesungguhnya, ini adalah "Hidup" Pribadi lain, yang bukan hidup kita sendiri sama sekali.
Kita dapat yakin akan fakta ini oleh karena penggunaan kata khusus untuk "hidup" dalam teks asli Yunani. Kata khusus inilah yang memberikan pemahaman yang benar kepada kita. Kata "hidup" ini diterjemahkan dari kata Yunani yang unik, ZOÊ. Kata Yunani ZOÊ dipilih oleh penulis Perjanjian Baru untuk merujuk pada hidup Allah sendiri. Jadi, kita mengerti bahwa hidup yang dimaksudkan untuk kita terima adalah hidup Pribadi lain, yaitu hidup Allah sendiri.
Meskipun dalam bahasa Inggris hanya memiliki satu kata untuk istilah hidup, bahasa Yunani lebih kaya karena memiliki beberapa kata yang merujuk pada berbagai jenis hidup dan membedakannya antara satu dengan yang lain. Setiap orang percaya seharusnya menyadari perbedaan ini karena sangat memengaruhi pemahaman kita akan arti beberapa ayat Alkitab.
Sebagai contoh, ketika kita membaca dalam Yohanes 10:10 bahwa Yesus datang untuk memberi kita hidup, jenis hidup apakah ini? Jika kata Yunani yang digunakan adalah BIOS, maka mungkin Yesus datang untuk memperbaiki keberadaan fisik kita, membantu kita menjadi sehat atau makmur. Jika kata itu adalah PSUCHÊ, yang juga diterjemahkan sebagai "jiwa", maka kita bisa menganggap bahwa Dia datang untuk membuat kita bahagia dan sejahtera secara emosional.
Namun, kata yang digunakan di sini bukanlah BIOS maupun PSUCHÊ, melainkan ZOÊ, yang merujuk pada hidup yang tidak diciptakan, yaitu hidup Allah Bapa. Yesus datang untuk memberikan hidup Bapa bagi kita dan memberikannya secara berlimpah! Tujuan Yesus bukanlah untuk memperbaiki "hidup" kita yang sekarang, tetapi untuk memberikan kepada kita suatu hidup lain yang jauh lebih unggul. Perbedaan ini juga sangat penting untuk memahami bagian-bagian lain dari Kitab Suci.
HIDUP KEKAL
Hidup ZOÊ ini digambarkan di bagian lain Perjanjian Baru sebagai "kekal" (1Yoh. 1:2). Kata kekal dalam bahasa Yunani sangat istimewa. Ini berarti "melintasi zaman" atau "abad". Ini menunjukkan jenis hidup yang tidak memiliki awal dan juga tidak memiliki akhir. Ini adalah jenis hidup yang tidak pernah dilahirkan dan tidak dapat mati. Suatu jenis hidup yang istimewa, yang selalu ada, yang ada pada masa kini, dan yang akan ada untuk selamanya.
Hanya Allah yang memiliki jenis hidup seperti ini. Alkitab mengatakan bahwa hanya Dia "yang abadi" (1Tim. 6:16); jenis hidup yang sedang dijelaskan di sini. Sepanjang zaman, Allah adalah satu-satunya makhluk yang tidak fana. Bukan hanya hidup-Nya tidak mati atau menua, hidup-Nya tidak bisa dibunuh, abadi dan tidak berubah. Kita membaca: "...karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu [kematian]" (Kis. 2:24).
Kabar baik dan benar yang begitu menakjubkan, sehingga hampir mustahil untuk dipercaya, adalah Allah telah memutuskan untuk berbagi hidup-Nya sendiri dengan manusia. Ia telah memutuskan untuk menjadikan hidup yang tidak ada awal dan tidak ada akhir ini tersedia bagi manusia fana (Yoh. 3:16).
Ketika mereka menerima hidup Allah ini, mereka pun bisa menjadi tidak fana (2Tim. 1:10). Mereka pun juga bisa memiliki hidup kekal-Nya. Ini berarti mereka juga tidak akan dan tidak bisa mati. Mereka telah "[...] pindah dari dalam maut ke dalam hidup [yang kekal]" (Yoh. 5:24). Jika kita meluangkan waktu sejenak dan merenungkan gagasan ini, tampaknya hampir tidak dapat dipikirkan. Kemungkinan bahwa kita yang hanya manusia biasa, bisa menerima dalam diri kita hidup dari makhluk yang jauh lebih unggul adalah hal yang luar biasa.
Tampaknya yang ditawarkan kepada kita di sini adalah kesempatan untuk meninggalkan ras manusia dan menjadi bagian dari ras yang lain. Ras baru ini terdiri dari orang-orang yang telah menerima hidup yang kekal, hidup yang tidak diciptakan, yaitu hidup yang begitu superior dibandingkan dengan hidup manusia mereka hingga di luar pemahaman alami. Mereka yang menjadi bagian dari ras baru ini disebut anak-anak Allah. Ini sebenarnya adalah spesies yang baru diciptakan, jenis makhluk baru yang Alkitab sebut sebagai "ciptaan baru" (2Kor. 5:17; Gal. 6:15).
Manusia hampir tidak dapat membayangkan sesuatu seperti ini. Fiksi ilmiah juga tidak dapat sepenuhnya menggambarkan arti sebenarnya dari hal ini. Namun, kenyataannya adalah bahwa Allah semesta alam telah membuka jalan bagi siapa saja yang dapat mendengar, memahami, dan percaya, untuk menjadi sesuatu yang benar-benar baru di seluruh alam semesta — sesuatu yang belum pernah dikenal atau dibayangkan sebelumnya.
Mereka dapat menerima ke dalam diri mereka hidup makhluk yang tak terbatas keunggulannya, membiarkan hidup baru ini sepenuhnya mengisi mereka, dan kemudian mengizinkan hidup baru ini mengekspresikan dirinya melalui mereka dalam setiap aspek hidup mereka.
Meskipun ada yang mungkin belum memahami hal ini, ini adalah pesan dari Injil Yesus Kristus.
SATU PENGHALANG
Namun, ada satu masalah yang menghalangi manusia untuk menerima karunia yang luar biasa ini. Sesuatu ini menjadi penghambat untuk mengalami hidup baru, bahkan jika kita sudah memilikinya, hal ini tetap dapat membatasi kita untuk hidup sepenuhnya di dalam-Nya. Masalah ini disebut dosa.
Anda tahu bahwa Allah itu Maha Kudus. Dia tidak hanya sedikit kudus atau sebagian kudus. Dia begitu kudus sehingga orang berdosa yang dengan cara apa pun berusaha datang ke hadirat-Nya akan dibinasakan. Mereka akan berada dalam penderitaan yang mengerikan. Kekudusan-Nya begitu murni, penuh, dan ekstrem sehingga apa pun yang tidak kudus tidak akan tahan di hadapan-Nya. Tidak ada seorang pun yang berdosa yang dapat bertahan di hadapan Allah.
Pada hakikatnya hidup Allah adalah kudus dan benar. Hidup-Nya secara spontan kudus sebagaimana hidup manusia yang secara alamiah penuh dengan dosa. Tuhan tidak perlu berusaha untuk tidak berdosa. Dia tidak berusaha menahan godaan. Secara alamiah Dia membenci dosa karena itu bertentangan dengan sifat-Nya. Kekudusan-Nya adalah siapa dan apa adanya Dia. Itu adalah inti keberadaan-Nya.
Tentu saja hal ini menjelaskan mengapa orang-orang berdosa suka menjauhi Dia. Hal yang menjadi pendorong mereka dalam mencari setiap alasan untuk menyangkal keberadaan-Nya. Bahkan pemikiran bahwa Allah itu nyata saja sudah berdampak pada hati nurani orang yang tidak kudus.
Untuk lebih memahami Allah kita, mungkin kita bisa memikirkan analogi matahari. Matahari sebenarnya adalah ledakan nuklir yang terus-menerus. Begitu hebatnya sehingga kita tidak bisa melihatnya lebih dari beberapa detik dengan mata telanjang. Bayangkan, bukan hanya melihat saja, tetapi mendekati matahari. Seseorang akan terbakar habis oleh intensitasnya yang berapi-api.
Alam semesta kita terdiri dari miliaran bintang seperti itu. Sebenarnya ada miliaran galaksi yang masing-masing diisi dengan bintang yang tak terhitung jumlahnya. Dan setiap bintang tersebut menyala dengan intensitas yang tak terbayangkan seperti matahari. Allah kita yang menciptakan semua ini jauh lebih besar! Dia jauh lebih berkuasa dan kemuliaan hadirat-Nya yang kudus jauh lebih kuat.
Kita membaca dalam Yesaya 33:14 tentang seperti apa keadaan di hadirat Allah: "Orangorang yang berdosa terkejut di Sion; orang-orang murtad diliputi kegentaran. Mereka berkata: 'Siapakah di antara kita yang dapat tinggal dalam api yang menghabiskan ini? Siapakah di antara kita yang dapat tinggal di perapian yang abadi ini?'"
Di sini nabi merenungkan bagaimana rasanya berada dalam hadirat Tuhan yang sebenarnya. Bagian ini dengan jelas menunjukkan bahwa hadirat Allah sangat berkuasa dan menyala-nyala. Membenarkan ini kita membaca di tempat lain: "Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan" (Ibr. 12:29). Hadirat Sang Pencipta adalah tempat di mana tidak ada orang berdosa yang dapat bertahan. Hal itu akan menyebabkan orang tersebut mengalami penderitaan yang hebat dan kehancuran. Sama seperti efek matahari terhadap tubuh kita, kekuatan dari hadirat Tuhan terlalu besar untuk ditanggung oleh orang berdosa.
Bukti lebih lanjut dari hal ini adalah cara Binatang yang muncul kemudian itu akan dibinasakan. Dia akan berakhir hanya dengan penampakan Yesus. Kita membaca: "Maka bila Tuhan Yesus datang, Ia akan membunuh Manusia Jahat itu dengan napas dari mulut-Nya, dan membinasakannya dengan kecemerlangan kehadiran-Nya." (2Tes. 2:8 — BIMK). Itu adalah "kecemerlangan" dari penampakan-Nya yang berkuasa dan mulia yang akan sepenuhnya menghancurkan manusia berdosa itu.
Ketika kita berdiri di hadapan Allah, kebenaran Allah yang kuat, murni, dan suci akan memenuhi atmosfer. Di sana semua tempat "perlindungan palsu" akan disapu bersih (Yes. 28:17). Semua alasan kita atas perilaku kita; semua pembenaran diri kita atas perkataan, pikiran, sikap, dan tindakan kita; semua pembenaran diri kita yang menyalahkan orang lain atas kondisi kita; semua pembayangan bahwa kita lebih baik dari diri kita sebenarnya akan terlihat sangat jelas.
Kehadiran Allahlah yang akan menghasilkan efek ini. Tidak ada yang akan tetap menjadi rahasia atau tersembunyi. Segala yang telah kita ucapkan, lakukan, atau pikirkan akan nyata di hadapan seluruh alam semesta. Hati nurani setiap orang berdosa akan berada dalam siksaan yang sangat hebat tanpa ada jalan untuk melarikan diri. Kita membaca bahwa: "Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati." (1Kor. 4:5). Segala sesuatu yang rahasia akan terungkap dan terang dari kehadiran Tuhanlah yang akan melakukan ini.
Hari ini Tuhan menyembunyikan diri-Nya (Yes. 45:15). Dia tidak secara jelas menunjukkan diri-Nya kepada dunia. Tidak diragukan Dia melakukan ini untuk kebaikan kita. Agar kita tidak akan dibinasakan. Ketika dan jika Allah menyatakan diri-Nya dalam segala kepenuhan-Nya, semua orang berdosa akan dibinasakan.
Ini bukan hanya karena Tuhan marah pada orang-orang ini, tetapi hanyalah konsekuensi alami dari dosa yang bersentuhan dengan kekudusan-Nya. Sifat dari pribadi-Nya begitu ekstrem sehingga apa pun yang bertentangan dengannya tidak akan bertahan. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa diubah. Allah tidak berubah (Mal. 3:6). Dia tetaplah diri-Nya sebagaimana adanya.
Sebagai contoh lain dari kebenaran ini, kita dapat melihat apa yang akan terjadi ketika Yesus menampakkan diri dalam kemuliaan-Nya di akhir zaman. Di sini kita menemukan bahwa ketika langit terbuka dan Dia mulai turun, orangorang yang tidak percaya dan orang-orang berdosa akan tiba-tiba menciptakan agama baru. Mereka akan mulai berdoa.
Tetapi bukannya berdoa kepada Allah, mereka akan berdoa kepada batu dan bukit. Mereka dengan putus asa mulai memohon kepada gunung dan batu, dengan berkata: "Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikan kami dari Dia, yang duduk di atas takhta dan dari murka Anak Domba itu." (Why. 6:16).
Pada saat itu, kematian dengan cara ditimpa batu besar akan terlihat lebih baik daripada penderitaan dan siksaan yang akan diciptakan oleh kehadiran Yesus dalam pikiran mereka.
Saya harap ini sangat jelas bagi setiap pembaca. Dosa dan Allah tidak dapat bersatu. Mereka tidak dapat hidup berdampingan kehadiran Allah akan menghancurkan semua dosa.
Ini bukan karena Allah tidak toleran terhadap kelemahan manusia. Ini bukan karena Dia tidak senang dengan "beberapa dosa kecil". Ini bukan karena Dia tidak mengerti atau tidak bersimpati terhadap kesalahan dan kegagalan kita. Ini hanyalah sebuah fakta, hasil dari siapa Allah, Pencipta kita. Kekuatan kekudusan yang adalah sifat-Nya, digabungkan dengan kuasa yang luar biasa dan tak terbatas dari diri-Nya, akan membinasakan setiap orang berdosa.
PENAMPAKAN ALLAH
Suatu hari nanti Allah berencana untuk menyatakan kehadiran-Nya kepada alam semesta. Tidak lama lagi Dia tidak akan menyembunyikan diri-Nya lagi. Allah tidak puas hanya dengan keberadaan-Nya yang tersembunyi selamanya. Kehendak-Nya adalah untuk dinyatakan dalam kebesaran-Nya kepada seluruh ciptaan.
Bagaimanapun, Allah mencintai umat manusia ciptaan-Nya. Dia tidak ingin hanya memusnahkan mereka semua begitu saja dengan menyatakan diri-Nya dalam kepenuhan-Nya tanpa mereka mempunyai persiapan yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup dalam peristiwa tersebut.
Hal ini kemudian membawa kita kembali kepada pemikiran awal kita. Rencana Allah agar kita dapat bertahan saat kedatangan-Nya adalah membuat pertukaran hidup. Ide-Nya adalah untuk kita menerima hidup-Nya sendiri dan dengan melakukan demikian menjadi suatu jenis makhluk yang akan menyambut dan menikmati penampakan-Nya.
Kita harus menjadi jenis makhluk yang sama seperti Dia. Kita harus menerima dan menjadi penuh dengan hidup dan sifat-Nya yang kudus. Kita harus menjadi kudus sebagaimana Dia adalah kudus. Makhluk seperti ini tidak akan mengalami dampak negatif ketika Dia menampakkan diri, dan mereka tidak hanya akan bertahan hidup di hadirat Allah, tetapi juga akan berkembang di sana.
Dosa kitalah yang memisahkan kita dari Allah saat ini. Dosa kita pula yang akan menyebabkan penderitaan dan kehancuran di masa depan ketika kita berada dalam hadirat-Nya. Oleh karena itu, penting bagi kita terbebas dari dosa kita. Hanya dengan dimerdekakan dari dosa, kita akan mampu bertahan dalam hadirat Allah ketika Dia menampakkan diri.
PERTOBATAN
Langkah pertama dari solusi Allah untuk permasalahan dosa kita disebut "pertobatan". Ini adalah langkah yang harus kita ambil. Meskipun benar bahwa Allah sendiri membantu kita dalam prosedur yang diperlukan ini, ini adalah keputusan yang hanya kita bisa membuatnya.
Pertobatan adalah bagian penting dari proses keselamatan. Bahkan, sangat krusial untuk pengalaman kita akan hidup baru, sehingga tanpanya kita tidak dapat pergi ke mana-mana. Karena itu, tampaknya penting bagi kita untuk meluangkan waktu dan mencermati proses ini dengan cara seksama.
Ketika Yohanes Pembaptis datang, ia datang dengan mengajarkan satu hal: pertobatan. Dia berkata: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!" (Mat. 3:2).
Ketika Yesus memulai pelayanan-Nya di bumi, Dia juga menyampaikan pesan yang sama. Kita membaca: "Sejak itu Yesus mulai memberitakan, 'Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!'" (Mat. 4:17). Maka pertobatan ini adalah langkah pertama dan esensial bagi kita untuk dapat menerima hidup yang Allah tawarkan kepada kita.
Banyak orang yang saat ini tampaknya ingin melompati langkah ini. Mereka mendorong banyak orang untuk menerima Yesus, tetapi tanpa pertobatan awal yang diperlukan untuk melangkah lebih jauh atau dengan banyak keberhasilan. Mereka tampaknya percaya bahwa hanya dengan "menerima" Yesus dan semua yang telah Dia lakukan bagi kita sudah cukup bagi orang berdosa untuk "masuk surga". Mereka menawarkan jalan yang benar-benar lebar dan mudah, tetapi itu tidak mengarah ke jenis hidup [hidup Allah sendiri] yang telah kita bicarakan (Mat. 7:14).
Kenyataannya adalah Yesus tidak memerlukan "penerimaan". Dia tidak mendambakan penerimaan dari Anda atau siapa pun. Allah tidak menunggu dengan gugup dan berharap cemas bahwa seseorang atau siapa pun akan menerima Dia. Kemudian, jika mereka hanya menerima-Nya, Dia akan melupakan semua kemarahan-Nya mengenai dosa-dosa mereka dan kondisi mereka yang berdosa. Kebutuhan kita yang paling mendesak bukanlah untuk menerima Allah, melainkan agar Dia menerima kita! Kita perlu diterima oleh-Nya! Dan penerimaan-Nya terhadap kita memerlukan langkah awal dari pihak kita, yaitu pertobatan. Sebuah pertobatan yang penuh, menyeluruh, lengkap, mendalam, dan tulus hati.
Lalu, apa arti dari pertobatan? Pertobatan berarti kita menyadari banyaknya dosa yang telah kita lakukan. Kita juga mulai melihat siapa diri kita. Dalam terang Allah, kita menjadi sadar atas perbuatan-perbuatan kita dan kecenderungan alami kita untuk melakukan berbagai macam kejahatan yang bertentangan dengan sifat Allah.
Selanjutnya, kita mengakui di hadapan Allah apa yang telah kita lakukan dan siapa diri kita. Kemudian, mengakui bahwa, karena dosa kita, kita layak mati. Pertobatan yang sejati melibatkan kesadaran ini: di mata Allah, kita layak mati. Ya, pertobatan yang sejati berarti menyadari bahwa kita layak mati karena apa yang telah kita
pikirkan, katakan, lakukan, dan siapa diri kita. Ini adalah bagian penting dari proses pertobatan.
Mari berpikir sejenak bersama saya. Jika kita tidak layak untuk mati atau tidak berpikir bahwa kita layak untuk mati, alasan apa yang mungkin ada untuk seseorang mati menggantikan kita? Jika kita tidak cukup bersalah untuk layak mendapatkan hukuman mati, apa perlunya ada seseorang untuk menggantikan kita dalam eksekusi ini? Jika kesalahan kita bukanlah alasan yang cukup untuk kebinasaan kita, maka mengapa kita membutuhkan Yesus untuk mati menggantikan kita? Oleh karena itu, mustahil bagi siapa pun untuk menerima Juruselamat yang tidak mereka inginkan atau merasa tidak memerlukannya.
Baptisan dimaksudkan sebagai simbol dari fakta ini. Baptisan bukan sekadar pencelupan atau pemandian. Ini adalah pernyataan kepada alam semesta bahwa kita telah memahami dan menerima keharusan kita untuk mati.
Dalam baptisan yang sejati, kita mengakui dosa kita dan menyatakan bahwa kita bersatu dengan Kristus dalam kematian-Nya dan menantikan kebangkitan-Nya untuk keselamatan kita. Kita menyatakan di depan umum bahwa siapa dan apa diri kita hanya layak untuk mati dan bahwa kita percaya kepada Kristus untuk mengubah kita melalui penggantian hidup-Nya dengan hidup kita.
Setiap "pertobatan" dinyatakan cacat, apabila orang yang terlibat belum cukup memahami secara mendalam bahwa mereka layak untuk mati. "Pertobatan" seperti itu tidak akan
membawa seseorang melangkah lebih jauh dalam perjalanan kekristenannya. Tanpa pertobatan yang benar, mendalam, dan menyeluruh, orangorang seperti itu tidak memiliki jalan bagi Allah untuk membersihkan mereka dan menggantikan hidup mereka dengan hidup-Nya. Oleh karena itu, mereka akan membuat sedikit kemajuan saja dalam hidup rohani.
Contohnya, apa yang mendorong seseorang untuk menyerahkan hidupnya dan menukarnya dengan hidup Pribadi lain jika mereka masih merasa bahwa hidup mereka sudah cukup baik? Jika, menurut penilaian mereka sendiri, hidup mereka memuaskan mereka dengan baik, tidak ada kebutuhan logis untuk menggantinya. Tak seorang pun akan mau dikuasai oleh hidup Pribadi lain jika mereka masih menyukai dan menyetujui hidup yang mereka miliki saat ini. Mereka tidak akan pernah berkeinginan untuk mati terhadap diri mereka sendiri dan membiarkan Allah hidup menggantikan mereka.
Namun, mengenai penghakiman Allah atas mereka yang berdosa kita membaca: "Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi." (Ibr. 10:28). Allahlah yang memberikan hukum ini. Hukuman-Nya atas dosa adalah kematian. Kematian ini diterapkan untuk berbagai pelanggaran, bahkan pelanggaran yang kita anggap tidak penting. Sebagai contoh, Perjanjian Lama memberi kita contoh seorang pria yang dirajam batu sampai mati, mengikuti petunjuk
Allah sendiri, karena mengumpulkan kayu bakar pada hari Sabat (Bil. 15:32-36).
Hukuman yang sama juga ditetapkan bagi mereka yang berzina, menggunakan narkoba, berpraktik homoseksualitas, berkonsultasi dengan roh-roh jahat, melakukan inses, berhubungan seks dengan binatang, menghujat, membunuh, menjadi anak pemberontak, dan banyak hal lainnya. Singkatnya, sama seperti dosa Adam dan Hawa mengakibatkan kematian, demikian juga setiap orang yang berdosa menunjukkan bahwa mereka layak mendapatkan kematian. "Siapa yang berbuat dosa, dialah yang harus mati." (Yeh. 18:4).
Kematian fisik yang ditetapkan oleh hukum Perjanjian Lama hanyalah penggambaran atau bayangan masa depan. Seperti yang telah kita lihat, kematian atau kehancuran jiwa yang berdosa akan menjadi hasil yang tak terhindarkan dari kehadiran Allah secara langsung. Ketika Dia menampakkan diri, hidup dan sifat berdosa akan terbakar habis.
"Hukuman" Allah atas dosa adalah kematian. Dosa dan Allah tidak bisa hidup berdampingan. "Sebab, upah dosa [dosa apa pun] ialah maut" (Rm. 6:23). Kita telah memahami dengan jelas dari awal bab ini bahwa kehadiran Allah sendiri akan menghakimi siapa dan apa diri kita.
Jadi kita dengan mudah memahami bahwa seseorang yang penuh dosa atau bahkan dengan kecenderungan alamiah terhadap dosa, akan mendapatkan penghakiman-Nya atas mereka. Orang-orang ini, yang hanya dengan muncul di hadapan Allah yang kudus, akan menderita penghakiman oleh kehadiran-Nya.
Oleh karena itu, pertobatan kita, yaitu pengakuan atas perbuatan dan keadaan kita serta pengakuan akan layaknya kita untuk mati sangat penting bagi kita supaya lepas dari murka-Nya dengan menerima hidup baru-Nya. Pertobatan kita membuka jalan bagi kita untuk mati bagi diri kita sendiri dan dipenuhi dengan hidup-Nya.
Bagian dari rencana Allah adalah untuk memenuhi kita dengan hidup-Nya sendiri hingga meluap. Namun, tidak ada "ruang" dalam diri kita untuk dua hidup sepenuhnya pada saat yang sama. Satu hidup harus pergi. Ini adalah sesuatu yang Allah sediakan bagi kita dalam penyaliban Yesus.
Di sana, kita juga mati bersama Dia. Sekarang, kita dapat mengizinkan Dia menerapkan kematian ini, yang terjadi di masa lalu, ke hidup kita saat ini. Saat kita bersatu dengan Kristus, diri kita yang dulu dapat benar-benar mati dan sesuatu yang sama sekali baru bisa dibangkitkan sebagai gantinya.
Dengan demikian, kita mempersiapkan diri untuk hari yang akan datang ketika Yesus akan menampakkan diri dalam kemuliaan-Nya yang menyala-nyala. Saat kita sungguh-sungguh bertobat, kita membuka hati kita agar Allah melakukan karya penggantian-Nya yang mulia di dalam kita, mengubah kita serupa dengan gambar-Nya sendiri.
Jika kita tidak benar-benar melihat dosa kita, itu karena kita tidak memiliki terang.
Satu-satunya cara kita dapat sungguh-sungguh bertobat adalah jika Allah, dalam belas kasihan-Nya tak terbatas, menyinari kita dengan terang-Nya. Ketika Dia mendekat kepada kita, terang kehadiran-Nya menyingkapkan siapa kita sebenarnya. Ketika kita tidak memiliki terang ini dan kesadaran akan dosa yang menyertainya, itu adalah bukti bahwa kita tidak benar-benar intim dengan Pencipta kita. Namun, dengan anugerah Allah, kita dapat melihat Dia dengan lebih jelas, kita juga dapat melihat dosa kita. Hal ini kemudian memampukan kita untuk bertobat.
DUKACITA
Pertobatan adalah sesuatu yang kita lakukan ketika kita akhirnya melihat dosa kita. Ketika terang Allah membuka mata kita terhadap kejahatan dalam cara hidup kita, penyesalan pun mulai tumbuh di hati kita. Ketika kita memahami bagaimana kita telah menyinggung orang lain; saat kita melihat bagaimana kita telah mendukakan hati Allah; saat kita mengetahui bagaimana kata-kata dan tindakan kita telah menyebabkan rasa sakit dan penderitaan kepada orang-orang di sekitar kita, barulah kita berada dalam kondisi siap untuk bertobat.
Pertobatan yang sejati melibatkan kesedihan. Kita membaca tentang Paulus yang berkata kepada jemaat di Korintus: "[…] namun sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah dibuat bersedih, melainkan karena kesedihanmu membuat kamu bertobat. […] Sebab, kesedihanmu menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan tidak akan disesalkan [...]" (2Kor. 7:9, 10).
Pertobatan berarti kita memiliki rasa penyesalan yang mendalam atas dosa-dosa yang telah kita lakukan dan bahkan kondisi kita yang berdosa. Kita menjadi benar-benar menyadari atas beratnya dosa kita dan konsekuensinya.
Pertobatan yang sejati melibatkan kesadaran akan keburukan kondisi kita. Ketika kita benar-benar melihat keadaan diri kita, kita akan melihat sesuatu yang sangat menjijikkan. Pengalaman Ayub adalah contoh dari kebenaran ini. Menurut penilaiannya sendiri, dia adalah orang yang benar. Sebenarnya, dari sudut pandang yang dangkal, dia cukup baik. Dia membantu orang miskin. Dia menolong tunawisma. Dia tidak berbicara jahat tentang orang lain. Dia tidak berbohong, menipu, mencuri, mengambil keuntungan, atau membuat komitmen dengan orang lain lalu mengingkarinya. Dalam banyak hal, dia jauh lebih benar daripada banyak orang yang menyebut diri mereka Kristen saat ini.
Namun, pada akhir cobaannya, Allah menyingkapkan diri-Nya kepada Ayub. Kebenaran Allah yang sejati disaksikan, dan dalam cahaya yang terang dan menyilaukan ini Ayub melihat bahwa usahanya sendiri hanyalah manusiawi semata dan tidak sempurna. Dia berkata: "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu." (Ayub 42:5, 6).
Perhatikan reaksi Ayub. Ketika dia melihat kekudusan yang sejati, dia membenci dirinya sendiri. Dia menyadari bahwa dirinya, meskipun dalam pandangan manusia ia sangat terhormat, tetapi sebenarnya ia sangat busuk dan layak untuk ditolak.
Dia merasa jijik dengan apa yang dia lihat dalam dirinya sendiri. Dia membenci kedagingan, sifat alamiah untuk berdosa, dan bahkan kebenaran diri yang dia lihat dalam dirinya sendiri. Hasilnya adalah pertobatan – pertobatan yang tulus dan menyayat hati. Ini adalah satu-satunya reaksi yang dapat diterima oleh Allah.
Ketika Petrus berkhotbah pada hari Pentakosta, para pendengarnya memiliki reaksi yang serupa. Mereka "tertusuk hatinya". Petrus telah menuduh mereka berpartisipasi dalam pembunuhan Kristus. Dalam ayat 23 dari pasal 2 kitab Kisah Para Rasul, berbicara tentang kematian Yesus, dia menyatakan: "Dia yang [...] telah kamu salibkan [...] melalui tangan bangsa-bangsa durhaka."
Tidak diragukan mereka ini bukan orangorang yang benar-benar memegang dan memaku Yesus. Namun mereka diyakinkan oleh Roh Kudus sebagai orang yang akan melakukan hal tersebut. Mereka telah menyetujui kematian-Nya. Melalui khotbah Petrus, mereka merasakan rasa bersalah yang mendalam, yang langsung menusuk ke dalam hati. Hasil langsung dari kesadaran akan dosa ini adalah pertobatan (ayat 38).
Reaksi alkitabiah lain terhadap penyingkapan pribadi Allah adalah kebencian terhadap diri sendiri. Dalam Yehezkiel pasal 20 ayat 43, kita membaca tentang sesuatu yang akan terjadi dalam Kerajaan Seribu Tahun Kristus yang akan datang, yaitu ketika Dia akan mengembalikan semua orang dari bangsa Israel ke tanah mereka. Di sana Dia akan menyatakan diri-Nya kepada mereka.
Dan apa reaksi mereka? Mereka akan menyadari dosa mereka dan membenci diri mereka sendiri. Kita membaca: "Dan di sana kamu akan teringat jalan-jalanmu dan segala perbuatanmu yang telah menajiskan dirimu; dan kamu akan merasa jijik terhadap dirimu sendiri oleh karena segala kejahatan yang telah kamu lakukan". Pertobatan yang sejati juga melibatkan kebencian terhadap diri sendiri.
Banyak orang saat ini di gereja yang berkhotbah tentang berpikir positif. Mereka membayangkan bahwa Anda harus "mencintai diri sendiri". Saudara-saudari terkasih, izinkan saya memberitahu Anda sejelas mungkin bahwa ini adalah kesalahan serius. Ini tidak akan membawa Anda ke mana-mana secara rohani. Meskipun mungkin memberi Anda semacam rasa "harga diri" yang palsu dalam ranah psikologis (yang hanyalah jiwa manusia) hal itu tidak akan mendorong pertumbuhan rohani sedikit pun.
Hal itu mungkin mengatur pikiran Anda secara manusiawi dan mungkin memberi Anda penghiburan secara emosional, tetapi tidak akan mengubah Anda menjadi serupa Kristus melalui pekerjaan hidup-Nya di dalam kita.
Bahkan menurut Injil Yohanes, mencintai diri sendiri akan mengakibatkan kehilangan hidup atau "jiwa" Anda. Kita membaca: "Siapa yang mencintai nyawanya [diri atau jiwa, dalam Bahasa Ibrani], ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa yang membenci nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk [ditukar dengan] hidup yang kekal [dari Allah]. (Yoh. 12:25).
Mengapa bisa demikian? Karena ketika kita menerima dan mencintai diri sendiri, kita tidak akan bertobat. Kita tidak akan membenci dan merasa muak dengan diri kita sendiri. Kita tidak akan merasakan kebutuhan akan Seseorang yang lebih superior untuk hidup di dalam kita menggantikan hidup alami kita.
Oleh karena itu, ketika Yesus menampakkan diri, kita tidak akan sangat berubah. Pada saat itu, kekudusan-Nya yang sangat kuat akan melenyapkan segala sesuatu yang alami, manusiawi, dan berdosa. Tidak mungkin hidup berdosa bertahan dalam hadirat-Nya.
Di sini kita menemukan janji Allah yang dapat diandalkan. Ini adalah fakta yang dapat kita andalkan. Jika kita mencintai siapa dan apa diri kita jika kita menyetujui diri kita sendiri, jika kita membayangkan bahwa kita cukup baik, jika kita tidak membenci dan jijik terhadap diri kita sendiri, maka kita akan kehilangan hidup diri kita yang alami (PSUCHÊ) dengan cara yang sulit.
Hidup alami itu akan hilang pada saat kedatangan-Nya, dan akan dilenyapkan oleh kekuatan kekudusan-Nya.
Namun, jika kita membenci hidup kita karena kita telah melihat apa yang sebenarnya dalam terang wajah Yesus, maka Dia akan bekerja di dalam kita untuk menukarnya dengan hidup kekal-Nya sendiri.
Pertobatan yang sejati adalah sesuatu yang terjadi ketika kita melihat diri kita dalam terang Allah, yang menghasilkan dukacita, kebencian atas sifat berdosa kita, dan perasaan jijik terhadap diri sendiri yang disertai dengan kesediaan untuk melepaskan diri kita dari dosa. Ini berarti kita sekarang memahami kebutuhan kita untuk mati dan hidup kita sendiri digantikan oleh hidup ilahi Allah. Kita menyetujui penghakiman Allah atas daging kita dan membuka diri kita untuk menerima keselamatan-Nya yang besar.
TERANG DUNIA
Seperti yang telah kita lihat, pertobatan yang sejati bergantung pada pewahyuan Allah. Yesus adalah "[...] terang dunia." (Yoh. 8:12). Ketika kita mendekat kepada Dia atau Dia mendekat kepada kita, terang-Nya bersinar dalam diri kita. Saat terang ini terbit, kita mulai melihat diri kita dengan lebih jelas.
Orang yang berada dalam ruangan yang sepenuhnya gelap tidak dapat melihat apa-apa. Ini seperti kondisi kita sebelum kita mengenal Kristus. Namun, saat cahaya kecil mulai bersinar, maka orang yang berada di ruangan itu mulai dapat melihat sekeliling mereka. Semakin terang cahayanya, semakin jelas segalanya terlihat.
Dengan cara yang sama, kian dekat kita dengan Yesus, lebih terang cahaya-Nya bersinar dan semakin jelas kita melihat dosa kita.
Sebenarnya, ini adalah ujian yang sangat baik bagi kita untuk mengetahui apakah kita benar-benar lebih intim dengan Yesus, yaitu kalau kita semakin mampu melihat dosa kita.
Sebagai seorang yang baru percaya, saya membayangkan bahwa setelah lebih dari 40 tahun berjalan bersama Tuhan, saya akan hampir berjalan tanpa menyentuh tanah, benar-benar merasa kudus. Namun, pengalaman saya adalah bahwa, seiring berlalunya waktu, saya melihat lebih banyak dosa saya. Ini memberi saya kesempatan yang semakin dalam untuk bertobat lebih lagi dan membiarkan hidup baru Allah bertumbuh dalam diri saya.
Pertobatan bukan hanya sekali saja. Bukan sesuatu yang kita lakukan sekali di awal perjalanan kekristenan kita lalu selesai. Sebaliknya, kekristenan yang sejati melibatkan kesadaran yang semakin dalam akan kebutuhan kita akan Juru Selamat. Ini berarti kita melihat dengan semakin jelas diri kita sebagai manusia alami dan betapa kita membutuhkan hidup kita untuk ditukar dengan hidup-Nya.
Semakin kita bertobat dengan sungguhsungguh, semakin kita bisa diubahkan dengan sempurna. Semakin kita memahami betapa layaknya hidup lama kita untuk mati, lebih kita bisa diubahkan serupa dengan gambaran-Nya. Pertobatan yang terus meningkat membuka jalan bagi hidup Allah untuk memenuhi kita dan menggantikan hidup kita yang lama.
Mengapa demikian? Karena, kecuali dan sampai kita melihat perlunya hidup lama kita mati, Allah tidak akan dan bahkan tidak bisa melakukan pekerjaan-Nya di dalam diri kita. Dia tentu saja tidak akan memaksa kita untuk mengalami transformasi ini. Dia tidak akan menerapkan kematian Yesus kepada kita di dalam areaarea hidup kita di mana kita tidak mau mati.
Yesus tidak akan pernah memaksakan transformasi atas kita. Kurangnya kesediaan kita untuk disalibkan akan selalu menghentikan pekerjaannya. Oleh karena itu, kita harus terlebih dahulu melihat diri kita dalam terang-Nya dan kemudian setuju dengan hukuman Allah atas kita. Kemudian Dia akan bekerja di dalam batin kita untuk menerapkan baik kematian maupun kebangkitan Yesus pada hidup jiwa kita (PSUCHÊ).
Selama kita masih menyetujui diri kita apa adanya, kita akan ingin mempertahankannya. Selama kita berpikir kita baik-baik saja, maka sama sekali tidak ada kebutuhan untuk perubahan apa pun. Tentu saja, kita tidak akan merasa perlu hukuman mati dijalankan atas kita. Oleh karena itu, kita tetap seperti diri kita apa adanya, yaitu manusia alami yang tidak mengalami perubahan.
Kemajuan sejati dalam hidup rohani – transformasi yang sejati dan kekal menjadi serupa dengan gambar Allah – hanya bisa terjadi sejauh kita melihat diri kita dalam terang Allah. Baru kemudian kita bersedia untuk menyangkal diri dan memikul salib kita. Ini berarti bahwa kita bersedia agar hidup kita sendiri dimatikan.
Akhir bab 1
Baca bab-bab lain secara online:
We are always looking to offer books in more languages.